Monday, July 13, 2015

Berpetualang Seru Ala Backpacker di Manila (Part. 1)

INDONESIA dan Filipina bertetangga langsung namun hubungan bisnis maupun pariwisata keduanya kurang dekat. Setidaknya, jika dibandingkan dengan hubungan Indonesia dengan Malaysia, Singapura, dan Thailand. Filipina juga belum menjadi tujuan wisata bagi pelancong Indonesia demikian pula sebaliknya, dari Filipina masih sedikit yang berlibur ke Indonesia. Pola hubungan kedua negara ini juga terlihat dari sedikitnya maskapai yang melayani rute kedua negara ini. Jakarta-Manila hanya dilayani Philippines Airline dan Cebu Pacific. Sementara belum ada maskapai Indonesia yang melayani rute Jakarta-Manila. Rute lain yang dulu pernah ada adalah Manado-Davao oleh Wings Air. Penulis yang kebetulan pernah menempuh pendidikan pascasarjana di Kota Manila, yang berada di Pulau Luzon, menyempatkan diri menjadi traveler yang murah meriah atau biasa dikenal dengan istilah backpacker. Ada beberapa tempat wisata yang bisa dikunjungi dan biasa penulis datangi saat weekend maupun hari libur nasional atau libur kuliah. Pilihan sarana transportasi dalam kotanya pun lumayan beragam dan terjangkau. Jika pelancong ingin lebih nyaman, maka taksi dengan argometer dan AC adalah pilihan yang jitu. Namun jika ingin lebih berpetualang sebagai traveler sambil menikmani keindahan Pulau Luzon dan khususnya Kota Manila maka ada beberapa pilihan. Jeepney Jika di Jakarta ada bajaj, di Bangkok ada tuk tuk, maka di Manila ada jeepney. Angkutan umum dalam kota ini sesuai namanya memang mirip angkot. Terutama seperti yang ada dalam Serial Si Doel Anak Sekolahan tapi agak besar. Ya, jeepney ini memang kendaraan umum yang sudah tua di Filipina dan sudah dimodifikasi antara mikrolet biasa dengan penutup kap dari kayu kasau. Penumpangnya duduk di belakang bagian driver dengan posisi saling berhadapan satu sama lain, persis angkot di Indonesia. Ada juga yang bisa memilih tempat duduk di samping pak driver. Seperti halnya saudaranya di Indonesia, jeeepney juga bisa berhenti sesuka-sukanya. Penumpangnya pun bisa menikmati suasana kota dari jendela terbuka dengan hembusan “AC alami” nan sepoi-sepoi…. Mengenai ongkosnya, sangat terjangkau dan bervariasi antara 7 sampai 14 peso, tergantung jarak tempuh. MRT dan LRT Berkunjung ke Manila sebenarnya tidak merasa ‘asing’ buat penulis. Disamping wajah-wajah citizen-nya yang mirip orang Indonesia, tata kotanya pun tak jauh berbeda. Seperti halnya Jakarta, kemacetan dan banjir juga acapkali mewarnai Manila kendati tingkat kemacetannya masih rendah. Mobil buatan Indonesia (Innova & Avanza) juga banyak terlihat di jalanan Manila. Kesamaan lain yang lebih mengental tampak saat mengunjungi mal yang ada di sama, barang-barang branded global yang ada di Jakarta juga ada di sana. Mungkin yang lebih membedakaan kedua kota ini adalah MRT & LRT. Bagaimana pun, Manila sudah jauh lebih maju dibandingkan Jakarta apalagi Bandarlampung untuk kedua hal ini. Manila memiliki 1 jalur MRT dan 2 jalur LRT. Penulis pun mencoba kedua angkutan umum ini. Dan ternyata…., MRT di Manila ini secara fisik sangat beda dengan MRT di Singapore, Bangkok ataupun Berlin yang juga pernah penulis kunjungi. Gerbongnya lebih sempit dan dalam satu rangkaian terdiri beberapa sub rangkaian yang masing-masing terdiri 2 gerbong. Jadi penumpang tidak bisa berjalan dari gerbong depan ke belakang (bisanya hanya untuk setiap 2 gerbong). Lebih mirip desain monorail yang disambung-sambung. Bentuk stasiunnya juga sangat sederhana bahkan di Ayala Station yang merupakan stasiun paling besar kondisinya masih jauh lebih bagus Stasiun Gambir. Penumpang dapat membeli tiket dari vending machine maupun di loket tiket yang ada di setiap station. Namun bila membeli di loket, harus siap-siap tabah sampai akhir karena panjang antriannya yang mengular. Itu masih ditambah dengan rasa gerah yang tiada tara apalagi jika berpetualang di siang hari. Filipina seperti Indonesia memang termasuk negeri dengan dua musim yang sangat berdekatan dengan garus khatulistiwa, jadi terik mentari siang di tambah berjubelannya barisan antrian tentu membuat peluh bercucuran. Tipsnya, selalu bawa minum air putih (misal dalam traveler botol) sendiri. Sedangkan bila membeli tiket di vending machine, antrian tidak begitu panjang namun tipsnya harus menyediakan uang koin. Sebab vending machine tidak menerima uang kertas. Yang menyenangkan, harga tiket sekali jalan untuk jarak terjauh terbilang sangat murah, yakni sebesar 14 peso atau Rp3.400 saja. Menariknya, baik pada MRT maupun LRT peruntukan gerbong-gerbongnya dibedakan antara penumpang perempuan dan anak-anak dengan gerbong untuk lelaki. Selain itu ada pula gerbong khusus untuk citizen yang berkebutuhan khusus dan lansia. Biasanya gerbong ini ada di bagian paling depan setelah lokomotif, dilanjutkan dua atau tiga gerbong selanjutnya untuk perempuan dan anak-anak sedangkan gerbong-gerbong di bagian akhirnya khusus untuk penumpang pria. Pola dikotomi antara gerbong perempuan dan pria yang diterapkan ini perlu di contoh di Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar. Filipina sebagai negara Katolik pun telah lama mengimplementasikannya untuk alasan keamanan bagi warga perempuan. Airport Metro Manila (sebutan warga kota untuk Manila), memiliki 2 airport. Satu berada di dekat Manila yakni Ninoy Aquino International Airport (NAIA) dan satu lagi berada di luar kota, yakni Bandara Clark. Philippines Airline dan Cebu Pacific mendarat di Ninoy Aquino International Airport sedangkan Air Asia menggunakan bandara Clark yang berjarak 80 Km dari Manila. Philippines Airline menggunakan Terminal 2 sedangkan Cebu Pacific menggunakan Terminal 3 yang lebih baru dan moderen. Mendarat di Ninoy Aquino International Airport, pelancong (apalagi yang tidak bisa berbahasa Tagalog) harus berhati-hati dalam memilih angkutan shuttle untuk bisa sampai ke pusat kota (Metro Manila). Carilah taksi legal di tempat/koridor khusus dengan sebelumnya mendaftarkan dan membayar 3 peso pada petugas yang ada. Jangan sekali-kali mencari atau meminta dicarikan taksi oleh calo. Selain harus membayar fee kepada calo, penumpang juga bisa dikenai ongkos taksi berkali-kali lipat besarnya. Tips nyaman menjadi backpacker lainnya, cari taksi bandara secara online sebelum penerbangan Anda ke Manila. Atau, cari sharing partner yang bisa berbahasa Tagalog, tak masalah jika menguasai sedikit kosakatanya. Atau pelajari dan hapalkan beberapa kata-kata umum sebelum berangkat melalui Google translator. Toh, bahasa Tagolog yang notabene satu rumpun dengan bahasa Melayu, memiliki banyak kosakata yang sama atau mirip dengan bahasa Melayu. Sebut saja kata anak, dalam bahasa Tagalog juga anak, payong untuk payung (umbrella), mahal untuk mahal (expensive), kanan (right) dan lain-lainnya. Sedangkan kosakata yang mirip seperti salamat yang mirip dengan selamat namun artinya terima kasih. Atau kata sandalan yang artinya bersadar. Sangat mirip dengan istilah sandaran dalam bahasa kita bukan? (bersambung)

No comments:

Post a Comment